Sunday, August 28, 2011

Al-Quran Mandiri dalam Penalarannya

AI-Quran menggunakan suatu bahasa yang, seperti semua bahasa manusia, memaparkan secara jelas makna-makna yang di­maksudkannya dan konsep-konsep yang diinginkannya, serta tidak ada kesamaran di dalamnya bagi orang-orang yang mendengarkan penalarannya. Tidak ada bukti bahwa maksud AI-Quran tidak seperti arti kata-kata Arabnya. Bukti bahwa Al-Quran itu sederha­na dan jelas ialah bahwa setiap orang yang mengetahui bahasa Arab dapat mengetahui makna ayat-ayatnya persis sebagaimana ia mengetahui makna setiap perkataan Arab. Di samping itu, kami menemukan dalam banyak ayat titah-titah yang ditujukan kepada kelompok tertentu seperti Bani Israil, orang-orang beriman atau kafir. Dan dalam beberapa ayat, Al-Quran bertitah kepada seluruh manusia, menghujah dan menantang mereka untuk mendatang­kan yang menyamai AI-Quran, jika mereka meragukan bahwa Al-Quran datang dari sisi Allah. Tentu tidak dapat dibenarkan berbicara kepada manusia dengan kata-kata yang tidak bisa dipahami maknanya dengan jelas oleh mereka. Tidak dibenarkan pula mengajukan tantangan kepada mereka dengan sesuatu yang tidak di­pahami maknanya oleh mereka. Allah berfirman:
"Tidakkah mereka merenungkan Al-Quran, ataukah hati mereka tertutup." (QS 47:24)
Tidakkah mereka merenungkan Al-Quran? Seandainya ia datang dari sisi selain Allah, tentu mereka menemukan banyak pertentangan di dalamnya." (QS 4:82)
Dua ayat ini menunjukkan keharusan merenungkan (me­mahami) Al-Quran, Perenungan terhadap Al-Quran akan dapat menghilangkan gambaran yang sepintas lalu ayat-ayatnya tampak saling bertentangan. Bila maksud ayat-ayat itu tidak jelas, tentu saja perintah untuk merenungkan dan memikirkan Al-Quran itu merupakan sesuatu yang sia-sia. Begitu pula, tidak akan ada tempat untuk menganalisis pertentangan-pertentangan lahiriah antarayat dengan jalan merenungkan dan memikirkan.
Adapun pemyataan bahwa tidak ada alasan atau sebab lahiriah untuk menafikan makna-makna lahiriah Al-Quran, sebagaimana telah kami sebutkan, karena tidak adanya dalil untuk hal itu se­lain persangkaan sebagian orang bahwa kita - dalam memahami maksud-maksud Al-Quran - harus merujuk kepada hadis Rasulul­lah s.a.w. atau Ahlul Bait-nya a.s. Ini merupakan suatu persangka­an kosong dan tidak dapat diterima, karena sabda-sabda Rasulullah s.a.w. dan para Imam a.s. itu sendiri harus disimpulkan dari Al­Quran. Maka bagaimana mungkin menggantungkan makna-makna lahiriah AI-Quran kepada sabda mereka? Bahkan dapat kami tambahkan bahwa dasar kenabian dan imamah diberikan oleh Al-Quran.
Apa yang telah kami sebutkan ini tidak bertentangan dengan kenyataan bahwa Rasulullah dan para Imam ditugaskan untuk menjelaskan perincian undang-undang dan hukum-hukum Allah (syariat) yang tidak terdapat dalam arti-arti lahiriah Al-Quran, disamping menjadi pembimbing untuk memahami pengetahuan­pengetahuan Kitab Suci ini, sebagaimana tampak dari ayat-ayat berikut ini:
"Kami menurunkan AI-Quran kepadamu agar engkau menjelas­kan kepada manusia apa ynng telah diturunkan kepada mereka." (QS 16:44)
"Apa yang dibawa oleh Rasulullah, ambillah, dan apa yang kamu dilarang olehnya, tinggalkanlah." (QS 59:7)
"Kami tidak mengutus seorang Rasul pun kecuali agar ditaati dengan izin Allah." (QS 4:64)
"Dialah yang mengutus kepada orang-orang yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka, dan mengajarkan Al-Quran dan hikmah kepada mereka." (QS 62:2)
Yang dapat dipahami dari ayat-ayaf ini ialah bahwa Nabi Muhammad s.a.w. adalah orang yang menjelaskan bagian-bagian dan perincian syariat, dan dialah yang diajari tentang Al-Quran oleh Allah. Dan pernyataan hadits tsaqalain menunjukkan bahwa para Imam adalah pengganti Rasulullah dalam hal itu. Ini tidak menafikan dapat diketahuinya maksud Al-Quran melalui arti-arti lahirnya oleh sebagian orang yang menjadi murid guiu-guru sejati.

No comments:

Post a Comment